Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ada Apa dengan Pelayanan di Setia WS?

Ada Apa dengan Pelayanan di Setia WS?
Sekedar disclaimer, tulisan ini tidak memiliki tujuan apapun kecuali untuk berbagi pengalaman.

Jadi saya harap pihak-pihak yang terkait memaklumi, syukur-syukur membenahi apa yang sebenarnya menjadi keluhan saya. Tidak, maksud saya keluhan kami semua.

Posisi saya di sini hanyalah mediator yang ingin mewakili ekspresi dari teman-teman semua.

Jadi, beberapa hari lalu, saya bersama teman-teman memutuskan untuk pergi ke Kampus Induk Setia WS Semarang, yang jaraknya kurang lebih 75 Kilometer dari rumah.

Tujuan kami hanyalah satu, bimbingan skripsi.

Kami bawa mobil waktu itu karena musim hujan dan sekalian memuat printer dan beberapa perlengkapan bimbingan lainnya.

Kami 5 orang, perjalanan + macet “parah” kami tempuh kurang lebih 3 jam dari Purwodadi, sedangkan dari rumah kurang lebih 6 jam.

Sesampai di kampus, kami makan dan istirahat sejenak. Mungkin Anda bisa bayangkan “sedikit” saja lelah yang kami rasakan kala itu, terjebak macet di area Penawangan, Gubug, Mranggen, dan beberapa titik lainnya.

Sehabis Isya’, kami bimbingan. Ada kejadian yang membuat hati saya meluap. Bukan karena dosen pembimbingnya, melainkan laki-laki di sebuah ruangan administrasi yang tidak mau meluangkan waktunya 5 detik saja untuk mengambilkan staples di mejanya.

Jujur, waktu itu saya benar-benar kelelahan, harus naik turun ke gedung 3 lantai.

“Pak, boleh pinjam staples?” tanya saya kepada laki-laki itu.

Dia terdiam dan hanya melihati saya. Setelah beberapa detik berdiri, dia kembali duduk dan kembali ke aktivitasnya.

“Itu apa, mas?” tanya laki-laki itu.

“Ini bab skripsi, pak. Tadi lupa distaples. Boleh pinjam staplesnya?”

Dia hanya diam saja, kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi.

Saya tunggu. Mungkin beliau masih sibuk, atau mungkin sedang pusing memikirkan hal lain.

Saya berdiri dengan diam, melihatnya juga diam. Saya benar-benar bingung, ada apa dengan diamnya itu?

Pikir saya waktu itu, apakah meminjam staples di meja pelayanan termasuk melanggar hukum dan perilaku yang tidak sopan?

Saya putuskan untuk berdiri di depannya agak cukup lama.

Dia juga duduk di hadapan PC sembari menyibukkan diri. Entah apa yang ada di pikirannya.

Singkat cerita, berhubung sudah canggung dan terlalu lama menunggu karena masalah “staples”, saya beranikan diri untuk bertanya lagi.

“Maaf, pak, boleh pinjam staplesnya, kalau ada?”

Dia menatapku kesal. Wajahnya kaku, dingin, kemudian tiba-tiba berkata:

“Yang namanya melayani ya harus gentian, mas!!!”

Ucapan itu seketika membuatku tersinggung. Kenapa tersinggung?

Pertama, saya hanya meminjam staples, bukan mau mengajukan pelayanan transkrip nilai atau surat-surat apalah.

Kedua, di ruangan itu sepi. Hanya ada satu orang.

Ketiga, saya hanya pinjam staples. Jadi menurut saya tidak perlu sampai mengantre.

Keempat, saya hanya pinjam staples, sedangkan apabila dengan sopan beliau berkata, “nanti, mas, tunggu ya?” atau “staplesnya hilang mas, lagi nggak ada (meskipun itu bohong),” atau mungkin “bentar ya, mas. Tak menyelesaikan pekerjaan ini dulu,” saya tetap respek dengan respons itu. Saya tetap hormati jawaban itu!

Apa susahnya, sih, meluangkan waktu 5 detik saja untuk mengambilkan staples di laci mejanya yang waktu itu juga sudah terbuka?

Kenapa meminjam staples harus menunggu aktivitas yang dia lakukan selesai?

Ingat,

Meski masalah ini receh, tetapi attitude yang beliau ekspresikan tidak seharusnya melekat pada pegawai yang tugasnya melayani mahasiswa.

Hakikatnya,

Saya membayar jutaan rupiah juga beberapa persen dialokasikan untuk gajinya, gaji yang harus diganti dengan melayani. Artinya ada timbal balik.

Pertanyaannya,

Kenapa harus kasar sekali?

Toh, saya bertanya baik-baik. Rerata di sana adalah orang-orang jauh. Yang membutuhkan berjam-jam perjalanan dari rumah. Belum juga izin cuti kerjanya.

Tak jarang mereka terkena badai terik dan hujan. Kebasahan, kepanasan, dan masuk angin. Sesampai di sana, kenapa harus disambut dengan pelayanan yang sangat menguras kesabaran?

***

Lanjut ke cerita,

Saya akhirnya memutuskan keluar dari ruangan itu. Terlalu malu bagi saya di sana, menunggu laki-laki berdiam diri hanya untuk sekedar meminjam staples.

Saya pulang dari Semarang jam 9 malam, sampai di Penawangan jam 1, sampai rumah jam setengah 2.

Saya benar-benar lemas dan lelah. Berangkat jam 2 siang, pulang jam 2 malam.

Sesampai di rumah, saya pikir-pikir lagi. Ada satu hal lain yang benar-benar membuat saya merasa dipersulit.

Ini bukan hanya pengalaman saya sendiri, tetapi juga pengalaman dari teman-teman.

Waktu itu, kami ke kampus siang, sampai sana sore. Kebetulan lalu lintas stabil.

Sampai di sana sekitar jam 3 sore (Asar). Kami ada berempat, yang niatnya hanyalah meminta surat izin bimbingan.

Asar kami meminta, sekitar Isya baru surat itu selesai dan mendarat di tangan kami.

Kami menunggu berjam-jam di depan ruangan itu. Duduk merenung, menunggu azan magrib, ikut berjamaah, kemudian duduk lagi, menunggu azan isya, ikut berjamaah, kemudian duduk lagi.

Beberapa teman kami yang dari cabang lain tumbang. Mereka memilih pulang lantaran menunggu berjam-jam demi “selembar surat” yang mereka anggap tidak masuk akal jika proses pembuatannya memerlukan waktu selama itu.

Saya merenung,

Tidak semua mahasiswa di kampus ini punya banyak waktu seperti saya. Saya masih bersyukur diberi kekuatan untuk tetap menunggu dibandingkan dengan mereka yang sudah pulang tadi.

Tapi iba rasanya apabila mereka pulang dengan tangan kosong dan rasa kecewa. Mereka tentu tidak “menganggur” seperti saya.

Ada yang sudah punya anak, kemudian dititipkan. Ada yang habis bertengkar dengan atasannya lantaran izin cuti ke kampus, dan masih banyak lagi.

Kenapa usaha/kerja keras mereka demi bisa datang ke kampus harus dipersulit lagi dengan suasana pelayanan yang seperti ini?

"Barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya." (HR Muslim)

Saya sama sekali “tidak menyalahkan” birokrasi yang dijalankan di Setia WS.

Saya hanya “menyayangkan” ada keadaan atau pemandangan seperti ini di mata saya, di kampus saya, yaitu kampus tercinta ini.

Saya tidak perlu meluapkan ancaman dengan dalil-dalil yang memiliki relevansi dengan keadaan ini. Sebab, keadaan ini murni dari perspektif kami, para mahasiswa yang terlibat dalam pelayanan tersebut.

Akan tetapi, apabila dari pihak kampus memiliki perspektif lain dan itu dibenarkan. Maka saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Andaikan saya benar-benar dirugikan atas pelayanan tersebut, dipersulit lebih tepatnya, saya juga memaafkan dengan senang hati

Akan tetapi, untuk teman-teman lain yang juga ikut dipersulit, saya tidak berani menjamin mereka “memaafkan” juga seperti saya. Wallahu A’lam

Sumber gambar: seputarilmu

Post a Comment for "Ada Apa dengan Pelayanan di Setia WS?"